Monday, November 11, 2013

Pesona Tabiang Takuruang di Ngarai Sianok

Hanya sepotong te­bing… teronggok seperti kesepian.  Tebing yang sunyi sendiri di tengah selimut kehijauan pojok lembah. Dinding  ngarai yg memagar hijau, seakan memagut hangat  tubuh te­bing yang kedinginan. Puncak  Singgalang yg berdiri gagah di belakangnya, membuat seonggok tanah kusam ke­coklatan itu  tampak begitu anggun . Dan sebatang  pohon yang tegak kokoh di ujung  tebing,  menawarkan eksotis­me tersendiri, laksana mahko­ta sunting yang menghiasi roman manih Si Gadih Rancak nan Jolong Gadang. Begitu elok rupanya..,mata siapa yg tak kan tergoda karenanya..?.
Bagi kebanyakan wisata­wan, mungkin tak begitu mengenal di mana itu Tabiang Takuruang. Memang, Ngarai Sianok yang sudah begitu ak­rab dipergunjingkan hingga ke man­canegara, namun bia­sa­nya di nikmati hanya dari bi­bir ngarai Taman Panorama saja.
Tabiang takuruang itu sendiri, ada di sudut lain, arah ke kanan dibelahan pojok lembah yg terbentang itu. Tak terlihat langsung dari Taman Panorama. Butuh perjalanan 4 Km dari taman panorama untuk sampai ke kaki tebing yang indah itu. Meski dengan angkot, sepeda motor dan mobil pribadi kita bisa me­ngun­junginya, namun tak sedikit wisatawan yang senga­ja berjalan kaki dari taman Panorama menelusuri jalan berliku ke dasar lembah, hingga bertemu Tabiang Takuruang di ujung  tikungan Kampung Jambak.
Sepanjang jalan, ada peso­na kuliner dan keindahan alam yg tak kalah menarik untuk dinikmati.  Pical Sikai, Pical Ayang, Lubang Japang, Itiak Lado Ijau, aktifitas kera-kera liar yang menggelitik sepanjang diding ngarai dan hamparan sawah indah di bibir sungai, semua menjadi penghibur lelah saat kita melangkah menelusuri dasar lembah. Sementara, pada hari-hari libur, anak-anak ramai bermain bola di lapangan bibir sungai, dan para off roarder -penggila olahraga otomotiv sibuk dan asik bertualang menerjang arus sungai yang kecoklatan.
Sesungguhnya, pesona Tabiang Takuruang sudah lama dikagumi oleh para pecinta estetika alam. Entah sudah berapa pelukis yang mengabadikan objek ini da­lam karyanya. Para penggila Fotografi pun tak pernah melewatkan icon terindah dari Ngarai Sianok ini.
Beberapa waktu lalu, sebuah stasiun televisi juga menjadikan lokasi ini sebagai lokasi utama  dalam meng­garap sinetron serial anak-anak berjudul “Anak Kaki Gunung’. Setiap Sabtu dan Minggu anak-anak muda menjadikan lokasi ini tempat bercengkerama paling alami dan bersahabat dalam segar­nya udara dan sahdunya nyanyian alam. Makan nasi bungkus di bibir sungai yang berliku sehabis mandi disela-sela batu, atau menikmati hidangan khas dari sebuah café bergonjong ijuk dengan palan­ta kayu…di halamannya pohon-pohon dadap dengan puluhan sarang burung Tem­pua bergayut di ujung-ujung  rantingnya. Semua menjadi ilustrasi unik dan menarik saat menikmati pelataran lembah di kaki  Tabiang Takuruang.
Anak-anak dari kota ham­pir setiap minggu ramai datang ke pojok lembah ini, untuk sekedar menikmati kecipak air sungai, atau ber­main bola di hamparan pa­dang rumput diseberang su­ngai. Bahkan tak sedikit ibu-ibu dari  kota datang berwi­sata keluarga dengan mem­bawa setumpuk pakaian kotor , lalu mereka sengaja mencuci di bebatuan bibir sungai yg berliku di kaki Tabiang Taku­ruang..sebuah kerinduan untuk menikmati hijaunya alam saat mereka jenuh dengan hiruk pikuk di jantung kota…
Kisah lain yang membuat Tabiang Takuruang semakin jadi buah bibir adalah sema­cam kisah legenda dan cerita mistis yg tak luput dimi­likinya. Konon di atas puncak Tabiang Takuruang terdapat sebuah Lesung, yang menan­dakan di atas puncak sana pernah ada kehidupan. Ketika gempa 2007 melanda Bukit­tinggi, cukup banyak bongka­han tebing yang terban ke dasar lembah, hingga puncak tebing tinggal meruncing dengan tetap sebatang pohon setia menemani di puncaknya.
Satu yang membuat Ta­biang  Takuruang cukup beruntung dan sampai hari ini masih dikagumi ketimbang sudut-sudut lain di lembah Ngarai Sianok, adalah karena aliran sungainya yang berbeda dengan sungai utama yang terlihat dari taman Panorama. Sungai utama yang kini selalu kecoklatan , pe­nuh sampah plastik yang hanyut dari hulu sungai…, sementara di Ta­biang Taku­ruang dengan aliran sungai dengan hulu yang tak sama, kita masih disuguhi gemericik dan percikan  air sungai lebih jernih, bersih dan berarus pelan dengan bebatuan yg tak begitu besar.
Meski pesona indah di ujung lembah sepertinya tak kan sudah-sudah…namun pada akhirnya, sebuah tanda tanya jua  di ujung cerita.; sampai kapankah Tabiang Takuruang akan jadi prima­dona..?
Melihat kondisi  hari ini, pengunjung yang semakin ramai, kendaraan bebas berla­lu lalang  dan  setiap pengun­jung bebas suka-suka mencuci kendaraan di bibir sungai yang berliku.
Tenda-tenda warung mulai didirikan dan anak-anak muda berpasangan semakin tanpa kendali. Bukan tak mungkin suatu saat nanti, Tabiang Takuruang nan elok laksana Si Gadih Rancak nan Jolong Gadang… yang kita puja… dan damba, justru pada akhir­nya, dicaci, diumpat, disum­pah dan dilengah…!
Semoga kegamangan itu tak terjadi; Tabiang Taku­ruang  “ Si ga­dih Rancak nan Jo­long gadang’ perlu kita jaga bersama dengan HATI..!








http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=17948:pesona-tabiang-takuruang-di-ngarai-sianok&catid=39:lancong&Itemid=191


total komentar : | apa komentar kamu ?

KOTAK KOMENTAR


No comments:

Post a Comment


DAFTAR GOSIP