Hanya sepotong tebing… teronggok seperti kesepian. Tebing yang
sunyi sendiri di tengah selimut kehijauan pojok lembah. Dinding ngarai
yg memagar hijau, seakan memagut hangat tubuh tebing yang kedinginan.
Puncak Singgalang yg berdiri gagah di belakangnya, membuat seonggok
tanah kusam kecoklatan itu tampak begitu anggun . Dan sebatang pohon
yang tegak kokoh di ujung tebing, menawarkan eksotisme tersendiri,
laksana mahkota sunting yang menghiasi roman manih Si Gadih Rancak nan
Jolong Gadang. Begitu elok rupanya..,mata siapa yg tak kan tergoda
karenanya..?.
Bagi kebanyakan wisatawan, mungkin tak begitu mengenal di mana itu
Tabiang Takuruang. Memang, Ngarai Sianok yang sudah begitu akrab
dipergunjingkan hingga ke mancanegara, namun biasanya di nikmati
hanya dari bibir ngarai Taman Panorama saja.
Tabiang takuruang itu sendiri, ada di sudut lain, arah ke kanan
dibelahan pojok lembah yg terbentang itu. Tak terlihat langsung dari
Taman Panorama. Butuh perjalanan 4 Km dari taman panorama untuk sampai
ke kaki tebing yang indah itu. Meski dengan angkot, sepeda motor dan
mobil pribadi kita bisa mengunjunginya, namun tak sedikit wisatawan
yang sengaja berjalan kaki dari taman Panorama menelusuri jalan berliku
ke dasar lembah, hingga bertemu Tabiang Takuruang di ujung tikungan
Kampung Jambak.
Sepanjang jalan, ada pesona kuliner dan keindahan alam yg tak kalah
menarik untuk dinikmati. Pical Sikai, Pical Ayang, Lubang Japang, Itiak
Lado Ijau, aktifitas kera-kera liar yang menggelitik sepanjang diding
ngarai dan hamparan sawah indah di bibir sungai, semua menjadi penghibur
lelah saat kita melangkah menelusuri dasar lembah. Sementara, pada
hari-hari libur, anak-anak ramai bermain bola di lapangan bibir sungai,
dan para off roarder -penggila olahraga otomotiv sibuk dan asik
bertualang menerjang arus sungai yang kecoklatan.
Sesungguhnya, pesona Tabiang Takuruang sudah lama dikagumi oleh para
pecinta estetika alam. Entah sudah berapa pelukis yang mengabadikan
objek ini dalam karyanya. Para penggila Fotografi pun tak pernah
melewatkan icon terindah dari Ngarai Sianok ini.
Beberapa waktu lalu, sebuah stasiun televisi juga menjadikan lokasi
ini sebagai lokasi utama dalam menggarap sinetron serial anak-anak
berjudul “Anak Kaki Gunung’. Setiap Sabtu dan Minggu anak-anak muda
menjadikan lokasi ini tempat bercengkerama paling alami dan bersahabat
dalam segarnya udara dan sahdunya nyanyian alam. Makan nasi bungkus di
bibir sungai yang berliku sehabis mandi disela-sela batu, atau menikmati
hidangan khas dari sebuah café bergonjong ijuk dengan palanta kayu…di
halamannya pohon-pohon dadap dengan puluhan sarang burung Tempua
bergayut di ujung-ujung rantingnya. Semua menjadi ilustrasi unik dan
menarik saat menikmati pelataran lembah di kaki Tabiang Takuruang.
Anak-anak dari kota hampir setiap minggu ramai datang ke pojok
lembah ini, untuk sekedar menikmati kecipak air sungai, atau bermain
bola di hamparan padang rumput diseberang sungai. Bahkan tak sedikit
ibu-ibu dari kota datang berwisata keluarga dengan membawa setumpuk
pakaian kotor , lalu mereka sengaja mencuci di bebatuan bibir sungai yg
berliku di kaki Tabiang Takuruang..sebuah kerinduan untuk menikmati
hijaunya alam saat mereka jenuh dengan hiruk pikuk di jantung kota…
Kisah lain yang membuat Tabiang Takuruang semakin jadi buah bibir
adalah semacam kisah legenda dan cerita mistis yg tak luput
dimilikinya. Konon di atas puncak Tabiang Takuruang terdapat sebuah
Lesung, yang menandakan di atas puncak sana pernah ada kehidupan.
Ketika gempa 2007 melanda Bukittinggi, cukup banyak bongkahan tebing
yang terban ke dasar lembah, hingga puncak tebing tinggal meruncing
dengan tetap sebatang pohon setia menemani di puncaknya.
Satu yang membuat Tabiang Takuruang cukup beruntung dan sampai hari
ini masih dikagumi ketimbang sudut-sudut lain di lembah Ngarai Sianok,
adalah karena aliran sungainya yang berbeda dengan sungai utama yang
terlihat dari taman Panorama. Sungai utama yang kini selalu kecoklatan ,
penuh sampah plastik yang hanyut dari hulu sungai…, sementara di
Tabiang Takuruang dengan aliran sungai dengan hulu yang tak sama, kita
masih disuguhi gemericik dan percikan air sungai lebih jernih, bersih
dan berarus pelan dengan bebatuan yg tak begitu besar.
Meski pesona indah di ujung lembah sepertinya tak kan
sudah-sudah…namun pada akhirnya, sebuah tanda tanya jua di ujung
cerita.; sampai kapankah Tabiang Takuruang akan jadi primadona..?
Melihat kondisi hari ini, pengunjung yang semakin ramai, kendaraan
bebas berlalu lalang dan setiap pengunjung bebas suka-suka mencuci
kendaraan di bibir sungai yang berliku.
Tenda-tenda warung mulai didirikan dan anak-anak muda berpasangan
semakin tanpa kendali. Bukan tak mungkin suatu saat nanti, Tabiang
Takuruang nan elok laksana Si Gadih Rancak nan Jolong Gadang… yang kita
puja… dan damba, justru pada akhirnya, dicaci, diumpat, disumpah dan
dilengah…!
Semoga kegamangan itu tak terjadi; Tabiang Takuruang “ Si gadih
Rancak nan Jolong gadang’ perlu kita jaga bersama dengan HATI..!
http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=17948:pesona-tabiang-takuruang-di-ngarai-sianok&catid=39:lancong&Itemid=191
total komentar :
No comments:
Post a Comment